Jumat, 03 September 2010

Membangun Bandung secara Ecopolis, Humanopolis, dan Technopolis

THE ARTICLE :

Saat ini Kota Bandung terus berbenag menata kotanya, lebih-lebih sebentar lagi akan menghadapi pesta akbar menyambut digelarnya peringatan Konfrensi Asia-Afrika. Mulai dari pemuatan jalan layang, perbaikan trotoar, saluran irigasi sampai dengan melakukan aneka rekayasa jalur lalu lintas kendaraan untuk menghindari terjadinya kemacetan disana-sini.
Kalau kita mau jujur, proses pembangunan visualisasi kota itu, sebenarnya mulai menggiat dan sangat berkembang pesat mulai lima tahun ke belakang, terutama pendirian berbagai pusat-pusat perbelanjaan di berbagai sudut-sudut Kota Bandung. Pokoknya, secara singkat dapat dikatakan kalau pembangunan berupa visualisasi kota ini identik dengan bentangan bangunan-bangunan tinggi.
Begitu juga yang menghiasi perjalanan Kota Bandung. Kota yang pernah menyandang predikat sebagai Kota Kembang dan Paris van Java itu, saat ini kelihatannya telah hilang "nyawanya". Salah satu penyebabnya ialah tidak konsistennya para pengambil kebijakan di Kota Bandung dengan rencana tata ruang kota yang telah disepakati pada awal perencanaan pembangunan Kota Bandung itu sendiri.
Sehingga tidak heran, adanya efek yang muncul dari pelanggaran tata ruang kota ini. Sebagai contoh adalah keadaan lalu lintas yang semrawut dan kemacetan lalu lintas yang terjadi hampir di semua ruas jalan Kota Bandung, terutama di sudut-sudut kota yang memiliki pusat-pusat keramaian dan perbelanjaan. Kondisi kemacetan itu terjadi, karena tidak seimbangnya antara luas badan jalan dengan jumlah kendaraan dan sistem transportasi umum yang tidak sesuai aturan. Sampai tahun 2000 panjang jalan di Kota Bandung secara keseluruhan baru mencapai 4,9% dari total luas wilayahnya dengan posisi idealnya mesti berada pada kisaran 15-20%. Pembangunan jalan baru, peningkatan kapasitas jalan dan penataan kawasan mesti menjadi perhatian bagi pemerintah kota untuk menjadikan kota ini menjadi kota terkemuka. Pada 25 Juni 2005, jembatan Pasupati resmi dibuka, untuk mengurangi kemacetan di pusat kota, dan menjadi landmark baru bagi kota ini. Jembatan dengan panjangnya 2,8 km ini dibangun pada kawasan lembah serta melintasi Ci Kapundung dan dapat menghubungkan poros barat ke timur di wilayah utara Kota Bandung.
Efek lainnya, adalah terjadinya perubahan kondisi udara Kota Bandung. Berdasarkan hasil pengamatan Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung, mengatakan bahwa temperatur udara di Kota Bandung telah meningkat 1 derajat celcius sejak tahun 1992. Dan inilah barangkali salah satu penyebab mengapa Kota Bandung tidak sesejuk dahulu di era tahun 1980-an.
Parahnya lagi, kondisi tersebut lebih diperburuk lagi dengan banyaknya lahan terbuka dan taman-taman kota yang telah beralih fungsi. Hal ini, menyebabkan suasana kota pun seakan-akan terasa sarekseuk. Lebih-lebih bila pada musim hujan, maka banjir pun siap menggenang di jalan-jalan Kota Bandung.
Selain dampak seperti ini, sebenranya masih banyak lagi permasalahan yang timbul di Kota Bandung ini, termasuk masalah persampahan, polusi udara, pencemaran limbah industri, kekeringan air, terjadi banjir dan lainnya.
Kalau kita mau jujur, adanya berbagai permasalahan yang muncul di perkotaan itu bila diteliti sebenrnya merupakan efek samping dari perkembangan Kota Bandung itu sendiri yang tidak terkendali. Hal inilah, sebenarnya yang seharusnya kita sadari bersama. Kita tidak mungkin dapat mengelak dari proses perkembangan kota ini. Tapi, disini yang harus sama-sama kita pikirkan adalah bagaimana caranya kita dapat mengeliminir segala efek negatif dari perkembangan sebuah kota itu, sehingga akhirnya eksistensi dan citra sebuah kota dapat dipertahankan keberadaannya.
Menyikapi adanya pertumbuhan sebuah kota ini, padahal jauh-jauh hari Doxiadis, telah meramalkan bahwa kota-kota yang ada di dunia ini, termasuk di Bandung akan tumbuh dan bengkak semakin besar, semakin kuat, dan sulit dikendalikan. Kota (polis) akan menjadi metropolis (kota raya), kemudian megapolis (kota mega), lalu menjadi ecumenopolis (kota dunia, dan bila tidak hati0hati akan berkakhir dengan kota mayat (necropolis).

Sumber : Arda Dinata dan info selengkapnya klik disini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar